Dinasti Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah merupakan Kekhalifahan Islam yang pertama kali mampu memperluas
kekuasaan Islam ke berbagai penjuru, mencakup sebagian besar Timur Tengah, Afrika Utara, Transoziana, sebagian anak benua India, beberapa pulai di sekitar Mediterania, dan bahkan Spanyol (Al-Andalus). Pada puncak kejayaannya, wilayah kekuasaan Umayyah menjadi salah satu imperium terluas dalam sejarah. Masa pemerintahan Umayyah merupakan masa keemasan dalam hal perkembangan budaya, seni, arsitektur, dan ilmu pengetahuan. Mereka mendirikan kota-kota baru, membangun masjid-masjid megah seperti Masjid
Umayyah di Damaskus, dan mendorong terjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab, yang menjadi pendorong utama bagi penerjemahan besar-besaran
yang akan dilakukan oleh bani Abbasiyah nantinya, dan melanjutkan tali ilmu pengetahuan. Umayyah juga memperkenalkan sistem administrasi yang terorganisir dengan baik, termasuk sistem pajak dan pos. Tidak hanya itu, Umayyah juga dikenal karena kemajuan mereka dalam bidang maritim. Mereka memperkuat angkatan laut mereka dan memperluas rute perdagangan melalui laut, yang memperkuat posisi mereka dalam perdagangan internasional. Bani Umayyah juga berhasil membangun otoritas politik kekhalifahaan dengan efektif dan tegas mereka mengadopsi pendekatan yang tegas terhadap pemberontakan dan seringkali menggunakan kekerasa sebagao instrument utama untuk menekan setiap bentuk perlawanan dan tanpa memberikan toleransi kepada siapapun yang mencoba memberontak.
Pengaruh budaya Umayyah juga masih terlihat hingga hari ini, terutama dalam arsitektur dan seni. Gaya arsitektur Umayyah telah mempengaruhi desain
bangunan di berbagai belahan dunia, terutama di dunia Islam. Dan meskipun berpusat pada Islam, dinasti Umayyah dikenal cukup toleran terhadap agama-agama lain. Mereka memungkinkan orang-orang dari agama lain,
seperti Yahudi dan Kristen, untuk mempraktikkan agama mereka dan berkontribusi pada masyarakat. Dan dalam video kali ini, kita akan membahas dengan singkat dan padat, bagaimana Kekhalifahan Umayyah bangkit dan berdiri dan memperluas daerah kekuasaannya yang secara efektif menyebarkan agama Islam ke penjuru dunia, dan juga bagaimana, nantinya, dinasti luas ini terjatuh, hancur, dan digantikan. Abu Bakar kemudian mengambil gelar Khalifah dan menjadi pemimpin umat Muslim, hal ini menandai awal pembentukan Kekhalifahan Islam. Abu Bakar menjadi khalifah pertama dari empat khalifah yang secara bahasa disebut oleh umat Islam sebagai Khulafaur Rasyidin, Mereka dihormati karena dianggap
sebagai pemimpin yang benar dan adil, mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan
tugas kepemimpinannya. Konsep Khulafaur Rasyidin mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, kebijaksanaan, dan moralitas yang menjadi landasan pemerintahan mereka, dan mereka dikenang sebagai contoh dan teladan dalam kepemimpinan Islam.
Dan berhasil diteruskan oleh
penerusnya, Umar bin Khattab, Utsman, yang bukan penguasa yang kuat, Kematiannya menandai puncak ketegangan dan
memicu awal dari perang saudara dalam sejarah awal kekhalifahan Islam. Peristiwa ini, dikenal sebagai Peristiwa Pembunuhan Utsman, dan menciptakan perpecahan dalam umat Islam, yang mengakibatkan konflik internal dan perang
saudara antara kelompok-kelompok yang berbeda. Periode ini, yang dikenal sebagai Fitnah Pertama, Ia terjebak di antara tugas menangani wilayah yang hancur akibat konflik internal dan tuntutan keadilan atas pembunuhan Utsman. Masa pemerintahan Ali ditandai oleh peristiwa-peristiwa yang sangat dramatis, yang menjadi awal dari perpecahan antara kelompok-kelompok yang
mendukungnya dan oposisi terhadap pemerintahannya. hal ini sekaligus mengakhiri periode Khulafaur Rasyidin dan membuka jalan baru dalam sejarah Islam dengan munculnya Dinasti Umayyah. Setelah Ali terbunuh, orang-orang Madinah kemudian mengakui Hasan bin Ali, yang bertanggung jawab atas Suriah dan memimpin pasukannya menuju Kufah, disana putra Ali, Hasan,
telah diangkat sebagai penggantinya.
Muawiyah lalu berhasil membujuk Ubaidillah
bin Abbas, komandan barisan depan Hasan, untuk meninggalkan posnya dan
mengirim utusan untuk bernegosiasi dengan Hasan. Sebagai upaya untuk mendamaikan umat Muslim yang sedang dilanda berbagai fitnah, termasuk konflik pasca-kematian Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, pembunuhan Ali bin Abi Thalib, dan juga pengkhianatan dari
kelompok Khawarij dan Syi'ah, Hasan bin Ali memutuskan untuk menyerahkan
jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Keputusan ini diambil untuk menjaga stabilitas dan persatuan umat Islam yang terbelah oleh konflik internal. Dalam perjanjian tersebut, Hasan setuju untuk mengundurkan diri dari jabatan khalifah dan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah. Sebagai imbalannya, Muawiyah berjanji untuk tidak mencalonkan pengganti setelah kematiannya dan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pendukung Hasan. Muawiyah juga setuju untuk membayar sejumlah uang kepada Hasan dan pengikutnya. Setelah kesepakatan ini, menjadi khalifah tanpa saingan dan menggantikan Ali dalam bertugas sebagai pemimpin umat Muslim, menandai awal kekhalifahan Bani Umayyah. Pada masa pemerintahan Muawiyah di Suriah, Masing-masing pemimpin Quda'a dan Kinda, membentuk bagian dari lingkaran dalam Suriah yang berperan penting dalam kebijakan dan keputusan pemerintahan Muawiyah. Setelah mengalami upaya pembunuhan oleh Khawarij, Burak bin Abdullah, pada saat sedang salat di masjid Damaskus pada tahun 661, Muawiyah mengambil langkah-langkah keamanan dengan mendirikan khalifah haras Sebagai tambahan, Muawiyah menerima seperlima dari rampasan perang yang diperoleh oleh komandannya selama ekspedisi.
Di Jazirah. Muawiyah juga mengawasi secara langsung masuknya suku suku di kota Damaskus, termasuk kelompok-kelompok yang telah ada seperti Banu Sulaim
yang merupakan pendatang baru dari konfederasi Mudar dan Rabi'ah, serta pengungsi perang saudara dari Kufah dan Basra. Hal ini dilakukan dengan memisahkan distrik militer administratif Qinnasrin-Jazira dari Homs. Pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan, upaya perluasan wilayah yang sempat terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib kembali dilanjutkan dengan strategi dan metode yang baru. Muawiyah memulai
ekspansi dengan menaklukkan Tunisia, dan keberhasilan ekspansi ini terus
berkembang ke arah timur. Muawiyah berhasil menguasai daerah Khurasan hingga sungai Oxus dan mencapai wilayah yang kini dikenal sebagai Afghanistan, termasuk Kota Kabul. Sementara itu, armada lautnya juga aktif melakukan serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Dengan pengalamannya yang luas
dalam pertempuran melawan Bizantium, yang merupakan ancaman eksternal terhadap kekhalifahannya, Muawiyah mengambil langkah strategis.
Muawiyah terus berperang melawan Bizantium dan Armenia, merebut wilayah tersebut secara berkala. ia memimpin pasukan ke Acre dan Tirus, dan kemudian ke Apamea dengan bantuan 5.000 tentara Slavia. Selama pemerintahannya, Muawiyah berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan dan memperluas wilayah kekhalifahannya, mencakup sebagian besar Timur Tengah,
Afrika Utara, dan bagian dari Semenanjung Iberia. Dia juga memperkuat sistem
administrasi dan militer, yang membantu dalam menjaga stabilitas dan keamanan kekhalifahan. Muawiyah, kemudian mengangkat putranya, Yazid, sebagai pengganti dirinya. Ini menandai perubahan signifikan dalam sistem kepemimpinan, dari pemilihan khalifah oleh majelis atau syura menjadi sistem monarki warisan.
Langkah ini menimbulkan kontroversi dan ketidakpuasan di kalangan beberapa kelompok Muslim, terutama mereka yang mendukung Ahlul Bayt Pengangkatan Yazid sebagai pengganti Muawiyah memicu perlawanan. Orang-orang Arab tidak terbiasa dengan pemerintahan dinasti sehingga naiknya Yazid mendapat banyak kebencian dan perlawanan dari Husain bin Ali, adik laki-laki dari Hasan bin Ali dan cucu Nabi Muhammad, yang menolak mengakui legitimasi
kepemimpinan Yazid. dan berniat mengumpulkan pasukannya yang kemudian akan menyerang Damaskus. Namun Yazid mengunci Kufah dan mengirimkan pasukannya, di bawah komando sepupunya, Ubaidillah bin Ziyad untuk mencegat pasukan Husain. Kedua pihak bertemu di Karbala, dekat Sungai Eufrat, di mana tentara Husain yang
berjumlah sekitar 70 prajurit dan kebanyakan dari mereka merupakan anggota
keluarga serta rekan dekat Husein, mengalami tragedi, Hal ini memicu perang saudara kedua dalam
sejarah Islam atau biasa disebut sebagai Fitnah Kedua. Yazid kemudian memerintahkan pasukan lain untuk menyerang orang-orang di Madinah, mereka adalah orang orang yang memberontak karena rasa muak
mereka terhadap karakter dan tindakan Yazid atas pembunuhan Husein, Hal ini mencapai puncaknya Setelah pertempuran tersebut, Madinah dikuasai oleh bani umayyah.
Setelah menguasai Madinah, pasukan Yazid melanjutkan ke Mekah untuk mengepung Abdullah bin al-Zubair, Selama pengepungan ini, Ka'bah mengalami kerusakan, termasuk terbakarnya penutupnya. Meskipun tentara Yazid mundur ke Suriah kerusakan yang dilakukan oleh tentara
Yazid meninggalkan bekas yang sangat dramatis di hati umat Islam. Abdullah bin al-Zubair melanjutkan pemberontakannya dan memerintah sebagai khalifah di beberapa wilayah, terutama di Hijaz, sampai ia dikalahkan dan dibunuh oleh pasukan Setelah kematian Yazid bin Muawiyah pada tahun 683 M, pewarisnya adalah putranya, Namun, pemerintahan Muawiyah II sangat
singkat dan penuh dengan kontroversi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia
memerintah hanya selama beberapa bulan sebelum meninggal karena alasan kesehatan atau ketidakmampuan untuk
mengatasi tekanan politik yang berat. Setelah kematian atau pengunduran diri Muawiyah II, terjadi periode ketidakstabilan dan konflik internal dalam kekhalifahan Bani Umayyah.
Marwan bin al-Hakam, seorang anggota senior dari Bani Umayyah, kemudian naik ke tampuk
kekuasaan dan menjadi khalifah. Marwan bin al-Hakam berhasil memperkuat kembali kekhalifahan Bani Umayyah dan memperluas wilayah kekuasaannya. seorang anggota senior klan Umayyah dan sepupu Muawiyah, dia mengambil alih dengan janji bahwa takhta akan diberikan kepada Khalid yang merupakan putra bungsu Yazid. Namun dia tidak berniat menepati janjinya dan setelah itu kerajaan berada
di tangan kaum Marwanid yang berasal dari keluarga Marwan, Marwan merebut kembali Mesir yang telah memberontak dan bergabung dengan faksi Zubayrid.
Namun ia tidak dapat membendung pemberontakan Abdullah, Tugas ini kini berada di pundak putranya yang brilian, Pada tahun 685 M, yang ingin membalas dendam atas pembunuhan
Husain bin Ali, yang terjadi pada Pertempuran Karlaba, memulai pemberontakan di Kufah dan bekerja sama dengan Abdullah bin al-Zubair, cucu dari Abu Bakar, melawan Bani Umayyah. Al Mukhtar secara sistematis memburu semua orang
yang terlibat dalam pembunuhan Husain. Pasukan yang dikirim oleh Abd al-Malik
di bawah kepemimpinan Ubaidullah, jenderal dari Karbala, dihancurkan oleh kekuatan gabungan Kufah dan pihak yang mendukung Abdullah bin al-Zubair. Al-Mukhtar kemudian menyatakan keinginannya untuk mendirikan Kekhalifahan yang dipimpin oleh keluarga Nabi Muhammad atau Ahlul Bait, Hal ini menyebabkan perpisahan antara Al-Mukhtar dan Abdullah bin al-Zubair, yang telah mengklaim kekhalifahan untuk dirinya sendiri dari Mekah sebelumnya.
Kemudian menunggu saat para pesaingnya saling melemah. oleh pasukan yang mendukung
Abdullah bin al-Zubair selama pengepungan Kufah. Meskipun Al Mukhtar
meninggal di sana saat itu juga, pemberontakannya pada akhirnya menyebabkan
evolusi Syiah dari kelompok politik menjadi sekte agama. tidak diakui oleh kekhalifahan Bani Umayyah
yang berpusat di Damaskus, dan ini menyebabkan konflik berkepanjangan antara kedua pihak. Abdullah bin al-Zubair mempertahankan kekuasaannya di Hijaz dan
beberapa wilayah lain selama beberapa tahun, tetapi akhirnya ia dikalahkan oleh
pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Abdullah bin al-Zubair gugur dalam
pertempuran di Mekah pada tahun 692 M.
Setelah kematian Abd al-Malik, dan mengambil alih jabatan yang semakin memperluas batas kerajaannya. Masa pemerintahannya dianggap sebagai salah satu periode paling
makmur dalam sejarah kekhalifahan Umayyah, ditandai dengan ekspansi wilayah yang signifikan dan kemajuan dalam bidang arsitektur dan seni. Salah satu pencapaian terkenalnya adalah pembangunan Masjid Umayyah di Damaskus, yang masih berdiri hingga hari ini sebagai salah satu masjid paling megah dan bersejarah di dunia Islam. Selama pemerintahannya, Al-Walid memperhatikan pengembangan infrastruktur di dalam kekhalifahan. Dia membangun jalan-jalan, jembatan, dan sistem irigasi yang
membantu meningkatkan perdagangan dan pertanian. terus memperluas pengaruhnya terhadap kedaulatannya, dua anak didiknya masing-masing berhasil
menaklukkan wilayah Pakistan dan Transoxiana. ketika seorang panglima Berber bernama Thariq bin Ziyad mendarat di Semenanjung Iberia di sebuah gunung yang sekarang dikenal sebagai Gibraltar. Ia mengalahkan pasukan yang lebih besar memperkuat Tariq dengan lebih banyak pasukan, Musa berada di ambang invasi ke Eropa melalui Pegunungan Pyrenees ketika ia dan Tariq diperintahkan untuk mundur oleh Khalifah Al-Walid karena alasan yang tidak sepenuhnya jelas.
Setelah penaklukan awal Al-Andalus oleh Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nusair, wilayah tersebut berkembang menjadi pusat peradaban dan budaya Islam yang penting di Eropa. Dia meninggalkan warisan sebagai salah satu khalifah paling sukses dalam sejarah Islam. Setelah Al-Walid bin Abdul Malik, penerusnya adalah saudaranya, Meskipun masa pemerintahannya relatif singkat, dia dikenal karena beberapa kampanye militer penting, termasuk pengepungan yang gagal terhadap Konstantinopel. Sulaiman juga dikenal karena kebijakan-kebijakannya yang
berfokus pada internal kekhalifahan dan upaya untuk mereformasi administrasi negara.
Setelah Sulaiman bin Abdul Malik, khalifah selanjutnya adalah Umar bin Abdul Aziz. Dia adalah sepupu Sulaiman dan dikenal sebagai salah satu khalifah paling terhormat dan adil dalam sejarah Islam. Umar bin Abdul Aziz dianggap oleh banyak sejarawan dan cendekiawan Muslim sebagai khalifah kelima yang adil, mengikuti empat khalifah pertama yang dikenal
sebagai Khulafaur Rasyidin. Masa pemerintahannya, meskipun singkat
(berlangsung hingga 720 M), dicatat karena berbagai reformasi yang dia lakukan, terutama dalam bidang keadilan sosial, administrasi negara, dan pengurangan pajak yang berat, seorang pemimpin yang benar-benar mempedulikan rakyat-rakyatnya. Dia juga berusaha mengembalikan banyak praktik yang dia anggap lebih sesuai dengan ajaran asli Islam, termasuk mengembalikan tanah-tanah yang telah
dirampas oleh anggota keluarga Umayyah sebelumnya. Pemimpin yang dikenal sebagai 'Khalifah yang Adil' ini meninggalkan warisan yang sangat dihormati dalam sejarah Islam, meskipun masa pemerintahannya yang singkat. Setelah wafatnya Umar bin Abdul-Aziz, pemerintahan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Masyarakat yang sebelumnya menikmati ketenangan dan kedamaian mengalami perubahan yang sangat drastis pada masa kepemimpinan Yazid bin Abdul-Malik. Dengan latar belakang etnis politis dan
kepentingan yang saling bertentangan, masyarakat mulai menyuarakan
ketidakpuasan terhadap pemerintahannya yang cenderung mementingkan kemewahan dan kurang memperhatikan kebutuhan rakyatnya.
Ketidakpuasan ini berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, dan bahkan diperparah dengan munculnya kekuatan atau kelompok baru yang menjadi sumber kekacauan baru bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim, yang mendapatkan
dukungan dari golongan mawali, Meskipun Hisyam bin Abdul-Malik dikenal sebagai seorang khalifah yang kuat, namun gerakan oposisi yang semakin memperoleh kekuatan
membuatnya sulit untuk mengatasi perlawanan tersebut. Sejak awal, masalah terbesar dari Dinasti Umayyah adalah kurangnya legitimasi yang mereka miliki. Ada dua aliran pemikiran yang berlaku mengenai suksesi Khilafah. Salah satunya adalah pemilihan penguasa oleh para pemimpin dan sesepuh umat – komunitas Muslim, semacam lembaga proto-elektoral.
Yang keduanya merupakan suksesi berdasarkan kepemilikan keluarga Nabi Muhammad SAW – Ahlul Bayit, yang akhirnya menyebabkan munculnya cabang Syiah dalam Islam. Umayyah bukan keduanya. Mereka tidak ada hubungannya dengan
keluarga Nabi atau dipilih oleh umat, melainkan mewariskan pemerintahan dari ayah ke anak, hal yang belum pernah terjadi sebelumnya di masa kekhalifahan
hingga pemerintahan mereka dimulai. Ini yang menyebabkan banyaknya terjadi
pengkhianatan dan pemberontakan di dalam dinasti Umayyah, yang dilakukan oleh ahlul bayit, terutama kelompok Syiah. Oleh karena itu, karena kurangnya legitimasi, Dinasti Umayyah mengandalkan
penaklukan militer dan kekayaan yang menyertainya, serta kesetiaan orang-orang
Arab di Levant untuk mempertahankan kekuasaannya. Namun perluasan Kerajaan
Muslim membawa kesulitan tambahan. Dalam era kekhalifahan Umayyah, banyak non-Arab dan non-Muslim menjadi subjek kekhalifahan, dan tantangan bagi Bani Umayyah adalah integrasi mereka ke dalam kerajaan Muslim. Secara teoritis, sistem ini berjalan lancar. Selain pajak umum yang dibayarkan oleh semua warga negara tanpa memandang agama, non-Muslim diwajibkan membayar pajak Jizyah. Sementara itu, umat Islam dibebaskan dari kewajiban ini, yang mendorong banyak orang untuk memeluk Islam demi
menghindari beban pajak tambahan.
Praktik ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, yang menganggap semua umat Muslim, terlepas dari etnis atau kebangsaan, sebagai setara dan bagian dari umat yang sama. Sikap diskriminatif yang jelas ini semakin
merusak legitimasi Bani Umayyah. Strategi dinasti Umayyah adalah mengandalkan umat Islam Arab, terutama dari Suriah. Penguasa Umayyah mulai cenderung memiliki reputasi buruk, sering kali dianggap kurang peduli terhadap ajaran agama dan hukum-hukumnya. Setelah kematian Hisyam bin Abdul-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang menjadi penerusnya terlihat tidak hanya lemah dalam kepemimpinan, tetapi juga terkenal dengan moralitasnya yang rendah.
Situasi ini semakin memperkuat posisi golongan oposisi, memainkan peran penting dalam pemberontakan tersebut. meskipun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun pada akhirnya berhasil ditangkap dan tewas di Mesir. Ia berhasil menghindari kejaran pasukan Bani Abbasiyah dan melarikan diri ke Andalusia (Spanyol). Di sana, sebagian besar umat Islam masih setia pada Bani Umayyah. dan menunjuk dirinya sebagai Khalifah (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba. Dia menunjuk dirinya sebagai emir (penguasa) dan secara efektif memulai dinasti Umayyah baru di Spanyol, terpisah dari kekhalifahan Abbasiyah di Timur. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani
Umayyah di Timur (Damaskus), yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah. Kekhalifahan Bani Umayyah mencapai kemajuan yang signifikan dalam sentralisasi politik, ekspansi wilayah, serta pengembangan kebudayaan dan seni Islam. Mereka juga berkontribusi pada perkembangan bahasa Arab dan arsitektur monumental. Namun, terdapat beberapa kebijakan yang menimbulkan kontroversi, khususnya di bawah pemerintahan Yazid I, yang memicu ketegangan dan kebencian, terutama di kalangan Muslim Syiah yang merasa terpukul oleh tragedi Karbala. Konflik internal dan serangan pemberontak mengakibatkan kerugian besar bagi Bani Umayyah, yang pada akhirnya mengakhiri kekhalifahan mereka. Meskipun demikian, warisan mereka masih terasa hingga sekarang dan memberikan pengaruh yang cukup terasa dalam sejarah dan perkembangan peradaban Islam bagi dunia saat ini.
Meskipun penuh dengan kontroversi dan tantangan, kekhalifahan Bani Umayyah telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah Islam. Dari ekspansi wilayah yang luas hingga kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan arsitektur, warisan mereka tetap menjadi bagian penting dari peradaban Islam. Meski akhirnya digantikan oleh Kekhalifahan Abbasiyah, pengaruh Bani Umayyah terus terasa hingga kini, mengingatkan kita akan kompleksitas dan kekayaan sejarah dunia Islam. Masa Keemasan Umayyah telah berakhir, namun dasar yang mereka bangun dalam pemerintahan dan ekspansi berlanjut menjadi fondasi bagi Kekhalifahan
Abbasiyah dan Kekaisaran Ottoman, yang bertahan selama berabad-abad..