JKDN 2 FULL MOVIE – OFFICIAL VIDEO

Sebagian rakyat ada yang direkrut untuk menjadi tentara, sebagian yang lain dijadikan kuli pikul, dan lainnya lagi, laki-laki dan wanita, diperkerjakan untuk menanam dan mencabut dan rakyat dikenakan denda dalam jumlah yang sudah ditentukan Rakyat juga dilarang untuk menunaikan haji dan pergi ke dua tanah haram yang mulia.Mereka tidak memberikan izin perjalanan kepada orang-orang yang hendak menunaikan haji sebelum membayar 50 riyal Franc. Para pemimpin yang ada di Pulau Jawa, baik itu yang ada di Mataram ataupun yang ada di Banten Darussalam, itu legitimasinya sebagai pemimpin yang ada di Jawa ini pengakuannya dan juga terkait kedaulatan kekuasaannya, diakui oleh pemerintahan pusat yang ada di Ashimah Daulah (Ibukota Negara) yang ada di Istanbul melalui gubernurnya yang ada di kota Makkah. Ternyata itu menjadi cikal bakal dari keberadaan VOC yang pada berikutnya itu mendominasi dan memonopoli yang terkait dengan perniagaan yang ada di wilayah Jayakarta bahkan meluas hingga kuasa mereka itu ke Banten, Cirebon bahkan Jawa pada umumnya bahkan sampai ke seluruh wilayah nusantara itu dengan memanfaatkan kebaikan dari kalangan Bumiputera dari kalangan penguasa Jayakarta pada waktu itu.Hanya dalam waktu sekejap di tahun 1619, Jayakarta ditaklukkan dan diganti Namanya menjadi Batavia, pusat kolonialisme Belanda di Nusantara.

Di antaranya adalah pulau kami, Sumatera, lalu Pulau Borneo Pulau Sunda yang juga disebutkan dengan Pulau Jawa dan Pulau Bugis Setiap pulau terdiri dari berbagai negeri, dan setiap negeri memiliki bandar-bandar di pesisir laut yang asin dan kota-kota yang sangat banyak di daratan. Sebagian rakyat ada yang direkrut untuk menjadi tentara, sebagian yang lain dijadikan kuli pikul, dan lainnya lagi, laki-laki dan wanita, diperkerjakan untuk menanam dan mencabut dan rakyat dikenakan denda dalam jumlah yang sudah ditentukan Rakyat juga dilarang untuk menunaikan haji dan pergi ke dua tanah haram yang mulia.Mereka tidak memberikan izin perjalanan kepada orang-orang yang hendak menunaikan haji sebelum membayar 50 riyal Franc. Para pemimpin yang ada di Pulau Jawa, baik itu yang ada di Mataram ataupun yang ada di Banten Darussalam, itu legitimasinya sebagai pemimpin yang ada di Jawa ini pengakuannya dan juga terkait kedaulatan kekuasaannya, diakui oleh pemerintahan pusat yang ada di Ashimah Daulah (Ibukota Negara) yang ada di Istanbul melalui gubernurnya yang ada di kota Makkah. Ternyata itu menjadi cikal bakal dari keberadaan VOC yang pada berikutnya itu mendominasi dan memonopoli yang terkait dengan perniagaan yang ada di wilayah Jayakarta bahkan meluas hingga kuasa mereka itu ke Banten, Cirebon bahkan Jawa pada umumnya bahkan sampai ke seluruh wilayah nusantara itu dengan memanfaatkan kebaikan dari kalangan Bumiputera dari kalangan penguasa Jayakarta pada waktu itu.Hanya dalam waktu sekejap di tahun 1619, Jayakarta ditaklukkan dan diganti Namanya menjadi Batavia, pusat kolonialisme Belanda di Nusantara. Jadi perwakilan Sultan seperti di Papua itu ada raja Fatagar, raja Rumbati, Waropen dan itu adalah perwakilan sultan yang diangkat di sana untuk alasan Sultan Tidore

menyatukan nusantara.Sultan Nuku dari Tidore adalah satu-satunya sultan yang berhasil mengalahkan VOC pada abad ke-17 dan 18, di mana pada saat yang sama sultan-sultan lain seperti di Banten, Mataram, dan Makassar tidak dapat melakukan hal yang serupa.Saya memohon dari sumber kasih sayang dan kelembutan Daulah’Aliyyah (Khilafah Utsmaniyyah), semoga Allah mengabadikannya, agar Saya dijadikan di bawah naungannya untuk selamanya, dimana naungannya telah meliputi yang banyak dan yang sedikit, dan agar Saya digolongkan sebagai rakyat yang ada di bawah perlindungannya Ada satu alasan mengapa kemudian bendera Kesultanan Riau-Lingga, yang itu merupakan penguasa Selat Malaka itu sama persis dengan bendera Utsmaniyyah.Karena pada satu saat, Yang Dipertuan Muda atau, jabatan ini hampir mirip dengan Wazir Agung, Yang Dipertuan Muda Kesultanan Riau-Lingga, yaitu Raja Ali bin Raja Ja’much meminta izin secara khusus agar bendera Utsmani dikibarkan di Kesultanan Riau-Lingga. Dan ini menjadi semacam lambang perlawanan terhadap Belanda dan Inggris yang waktu itu ingin sekali berkuasa dan menguasai Selat Malaka yang secara de facto dan de jure itu adalah wilayah Kesultanan Riau-Lingga yang berpusat di Pulau Penyengat dan Pulau Lingga.Semangat ketertarikan Riau dengan Khilafah dilanjutkan oleh anak Raja Ali container Raja Ja ‘much yang menjadi Yang Dipertuan Muda Riau X, yakni Raja Yusuf al-Ahmadi. Raja Ali Haji, yang merupakan saudara sepupu Raja Ali container Raja Ja’ far, penguasa Riau yang mengajukan negerinya menjadi bagian dari Khilafah Utsmaniyyah, memberikan sumbangan keilmuan yang cukup besar bagi Nusantara yang salah satunya berupa”Bahasa Indonesia”, di mana tata bahasanya dirumuskan pertama kali di pulau ini.Ketika penguasa Riau mengirimkan suratnya ke Istanbul pada tahun 1857, hal yang sama juga diikuti oleh salah seorang sultan di Sumatera setahun kemudian: Sultan Thaha Sayfuddin dari Jambi.

Cochius memimpin invasi besar-besaran pasukan Belanda ke Minangkabau yang terdiri dari 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi yang berasal dari Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon termasuk sejumlah serdadu yang direkrut dari India dan Afrika.Pasukan Padri yang mendapat gempuran besar dari Belanda akhirnya terpecah. Saya memohon dari sumber kasih sayang dan kelembutan Daulah’Aliyyah (Khilafah Utsmaniyyah), semoga Allah mengabadikannya, agar Saya dijadikan di bawah naungannya untuk selamanya, dimana naungannya telah meliputi yang banyak dan yang sedikit, dan agar Saya digolongkan sebagai rakyat yang ada di bawah perlindungannya Ada satu alasan mengapa kemudian bendera Kesultanan Riau-Lingga, yang itu merupakan penguasa Selat Malaka itu sama persis dengan bendera Utsmaniyyah.Karena pada satu saat, Yang Dipertuan Muda atau, jabatan ini hampir mirip dengan Wazir Agung, Yang Dipertuan Muda Kesultanan Riau-Lingga, yaitu Raja Ali container Raja Ja’much meminta izin secara khusus agar bendera Utsmani dikibarkan di Kesultanan Riau-Lingga. Dan ini menjadi semacam lambang perlawanan terhadap Belanda dan Inggris yang waktu itu ingin sekali berkuasa dan menguasai Selat Malaka yang secara de facto dan de jure itu adalah wilayah Kesultanan Riau-Lingga yang berpusat di Pulau Penyengat dan Pulau Lingga.Semangat ketertarikan Riau dengan Khilafah dilanjutkan oleh anak Raja Ali bin Raja Ja ‘much yang menjadi Yang Dipertuan Muda Riau X, yakni Raja Yusuf al-Ahmadi. Raja Ali Haji, yang merupakan saudara sepupu Raja Ali container Raja Ja’ much, penguasa Riau yang mengajukan negerinya menjadi bagian dari Khilafah Utsmaniyyah, memberikan sumbangan keilmuan yang cukup besar bagi Nusantara yang salah satunya berupa”Bahasa Indonesia”, di mana tata bahasanya dirumuskan pertama kali di pulau ini.Ketika penguasa Riau mengirimkan suratnya ke Istanbul pada tahun 1857, hal yang sama juga diikuti oleh salah seorang sultan di Sumatera setahun kemudian: Sultan Thaha Sayfuddin dari Jambi. Sultan Thaha Sayfuddin mengirim surat ke Khalifah Abdul Majid I di Istanbul pada 1 Juli 1858, dan di dalamnya ia berkata, Petisi yang dipersembahkan ke haribaan Yang Mulia ini datang dari Thaha Sayfuddin bin Muhammad Fakhruddin, penguasa negeri di pulau Aceh yang bernama Jambi.Tak ayal, kebijakan tersebut membuat negara-negara Eropa yang menjajah wilayah berpenduduk Islam merinding ketakutan, termasuk di antaranya penjajah Belanda.Dampak dari politik itu, bagaimana Utsmani memberikan perhatian yang lebih terhadap kondisi kaum Muslimin di wilayah Nusantara atau yang di masa itu ialah Hindia-Belanda. Karena di satu sisi secara Hukum Internasional ini sah, tapi Belanda dan Inggris pasti tahu bahwa pendirian Konsulat Utsmani di Batavia dan Singapura ini menjadi tanda bahwa Utsmani menaruh perhartian besar kepada kaum Muslimin di wilayah Nusantara dan Hindia Belanda yang waktu itu dalam kondisi terjajah oleh Inggris dan Belanda.Inilah yang kemudian membuat Pemerintah Kolonial waktu itu sangat mencurigai Konsulat Utsmani sebagai tempat-tempat yang memprovokasi kaum Muslimin atau rakyat Bumiputra untuk melawan penjajah waktu itu.(Syaikh Nawawi adalah)salah satu ulama Jawa yang di Tanah Hijaz yaitu di Makkah al-Mukarramah yang selalu memberikan motivasi kepada para jamaah haji, untuk setidak-tidaknya asyidda”alal-kuffar, harus bisa punya sikap tegas terhadap orang-orang kafir sehingga keantian terhadap kolonialisme, keantian terhadap isti’mariyyah, itu sudah tercatat oleh Snouck Hurgronje yang ketika itu menyamar sebagai seorang da’i, seorang Muslim, seorang mu’allaf yang ketika itu sempat bermukim di Makkah mencatat siapa saja syaikh yang patut dicurigai.Termasuk juga di dalamnya adalah Syaikh Nawawi Banten.

Tak ayal, kebijakan tersebut membuat negara-negara Eropa yang menjajah wilayah berpenduduk Islam merinding ketakutan, termasuk di antaranya penjajah Belanda.Dampak dari politik itu, bagaimana Utsmani memberikan perhatian yang lebih terhadap kondisi kaum Muslimin di wilayah Nusantara atau yang di masa itu ialah Hindia-Belanda. Karena di satu sisi secara Hukum Internasional ini sah, tapi Belanda dan Inggris pasti tahu bahwa pendirian Konsulat Utsmani di Batavia dan Singapura ini menjadi tanda bahwa Utsmani menaruh perhartian besar kepada kaum Muslimin di wilayah Nusantara dan Hindia Belanda yang waktu itu dalam kondisi terjajah oleh Inggris dan Belanda.Inilah yang kemudian membuat Pemerintah Kolonial waktu itu sangat mencurigai Konsulat Utsmani sebagai tempat-tempat yang memprovokasi kaum Muslimin atau rakyat Bumiputra untuk melawan penjajah waktu itu. Sultan Muhammad Dawud Syah, Sultan Aceh yang hidup di medan gerilya, berikhitiar mengirim suratnya ke Khalifah Abdul Hamid II through konsulnya di Batavia di tahun 1897, Mehmed Kamil Bey, seorang konsul Utsmani yang begitu membara dengan ghirah Islam.(Syaikh Nawawi adalah)salah satu ulama Jawa yang di Tanah Hijaz yaitu di Makkah al-Mukarramah yang selalu memberikan motivasi kepada para jamaah haji, untuk setidak-tidaknya asyidda”alal-kuffar, harus bisa punya sikap tegas terhadap orang-orang kafir sehingga keantian terhadap kolonialisme, keantian terhadap isti’mariyyah, itu sudah tercatat oleh Snouck Hurgronje yang ketika itu menyamar sebagai seorang da’i, seorang Muslim, seorang mu’allaf yang ketika itu sempat bermukim di Makkah mencatat siapa saja syaikh yang patut dicurigai.Termasuk juga di dalamnya adalah Syaikh Nawawi Banten. Kemudian jawaban Pak Tjokro itu yang kemudian dicatat oleh Rinkes sebagai Penasihat Urusan Bumiputra di kolonial Belanda waktu itu, bahwa jawaban Pak Tjokro waktu itu adalah,”Beliau ini adalah seorang Sultan, seorang Khalifah, naungan Allah di muka bumi yang melindungi kaum Muslimin di seluruh dunia.Susuhunan Pakubuwono X, yang juga bergelar Sultan Abdurrahman X, kerap meminta terjemahan koran-koran Belanda untuk mengikuti jalannya Perang Dunia I dalam dukungannya kepada Khilafah.Bahkan sebelumnya di tahun 1905, tatkala Khalifah Abdul Hamid II selamat dari rencana pembunuhan Khalifah oleh para pemberontak, arsip Utsmani mencatat kiriman ucapan syukur dan doa dari Pakubuwono X kepada Khalifah Abdul Hamid. Ketika merenovasi Masjid Agung Surakarta, Pakubuwono X menambahkan Tughra atau tanda tangan nama dirinya yang sama persis dengan Tughra para Khalifah Utsmaniyyah. As-Sulthan Abdurrahman al-‘Asyir, alias Pakubuwono X. Keikutsertaan Khilafah Utsmaniyyah dalam Perang Dunia I tidak berakhir dengan baik. Satu persatu wilayah Khilafah terpisah dan lepas dari kekuasaan pusat di Istanbul hingga hanya menyisakan wilayah Turki itu sendiri. Khalifah Mehmed Reşad wafat dalam usia uzur. Perang Dunia I dinyatakan berakhir pada 1918 dengan pihak Sekutu yang keluar sebagai pemenang. Istanbul diduduki oleh tentara Inggris dan Prancis. Di kondisi genting seperti ini, muncullah Mustafa Kemal Atatürk, seorang yang tadinya hanya prajurit biasa di bawah komando Enver Paşa. Karier militernya yang menanjak pesat membuat Mustafa Kemal diangkat menjadi pimpinan unsur-unsur Turki Muda yang masih tersisa. Mereka kemudian membuat pemerintahan saingan di Ankara, Türkiye Büyük Millet Meclisi atau Majelis Akbar Nasional Turki, untuk menandingi pemerintahan Khalifah di Istanbul.Mustafa Kemal menggiring opini umum untuk mendukung perjuangan Ankara yang berlandaskan nasionalisme Turki. Mereka menuduh Khalifah Vahideddin, penguasa Khilafah saat itu, telah membantu Inggris dan merampas kepemimpinan bangsa Turki. Pada 1 November 1922, Mustafa Kemal memutuskan kesultanan dihapus dari lembaga Khilafah. Khalifah Vahideddin diusir dari Istanbul dan kedudukannya digantikan oleh saudaranya, Abdul Majid II. Abdul Majid menjadi khalifah tanpa kekuasaan. Umat Islam tidak lagi memiliki Khalifah yang syar ‘i. Tidak cukup menghapus kesultanan, Mustafa Kemal telah menyiapkan pukulan yang mematikan dengan mengumumkan penghapusan Khilafah. Selama dua tahun ia menciptakan isu-isu yang mampu membangkitkan perlawanan terhadap Khalifah. Ketika iklim politik makin memanas, pada 3 Maret 1924, Majelis Akbar Nasional Turki yang dipimpin Kemal mengeluarkan keputusan bahwa Khilafah Utsmaniyyah dihapus dan diganti dengan Republik Turki, serta mengusir seluruh anggota keluarga Utsmaniyyah dari wilayah Republik Turki.Di hari itu juga, pasukan militer dan kepolisian mengepung Istana Dolmabahçe, kediaman Khalifah Abdul Majid. Mereka mengusir Khalifah ke Swiss, dan dengan demikian, tamatlah riwayat institusi Khilafah Utsmaniyyah untuk selama-lamanya.

Mendung menyelimuti dunia Islam. Negara Khilafah yang telah membersamai umat selama 1.300 tahun kini telah tiada. Mustafa Kemal telah merobohkan Negara Khilafah dan mewujudkan mimpi kaum kafir. Suka cita merambah di kalangan penjajah Eropa, dan sebaliknya, duka cita dirasakan begitu perih di kalangan Muslimin sedunia. Tatkala Kemal Atatürk menghancurkan Khilafah Utsmaniyyah pada 3 Maret 1924, kemarahan Muslimin berkobar di semua sudut muka bumi. Pada 7 Maret, dari atas mimbar Mosque Umayyah di Damaskus, Syaikh Abdul Qadir al-Khatib berkhutbah panas untuk membela Khilafah Utsmaniyyah. Di Bosnia pada 11 Maret, kaum Muslimin di sana serentak memprotes runtuhnya Khilafah. Hal senada juga disampaikan Grand Syaikh al-Azhar di Mesir. Pada 15 Maret, Syaikh Muhammad Abu Fadhl al-Jizawi, menyampaikan penolakan kerasnya atas perbuatan zhalim Kemal Atatürk.Begitu pula Muslimin di Albania, India, Libya, Palestina, dan negeri-negeri lain. Secara serempak mereka mengutuk Atatürk yang telah mengusir Khalifah dan melumat habis hukum Islam di ranah publik. Resonansi kekalutan global atas gejolak ini muncul juga pada kaum Muslimin di Nusantara. Dengan cepat, dalam waktu tak lebih dari dua bulan setelah Khilafah Utsmaniyyah runtuh, di Garut pada 19-21 Mei 1924 tokoh-tokoh Islam yang berasal dari Sarekat Islam seperti HOS Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim; dari Muhammadiyah seperti Haji Fakhruddin; dari al-Irsyad seperti Syaikh Ahmad Soorkatie; dari Tasywirul Afkar seperti Kyai Haji Wahab Hasbullah; dari perwakilan ulama tradisionalis seperti Kyai Haji Raden Asnawi Kudus, juga segenap tokoh-tokoh lain dari Persyarikatan Ulama, Musyawaratul Ulama, Jamiat Khair, Syamailil Huda, Nahdlatul Wathan, dan organisasi Islam lainnya di Nusantara langsung bergerak cepat menyelenggarakan Kongres al-Islam Hindia II.Dalam momen besar ini, Haji Agus Salim, yang memimpin Kongres al-Islam Hindia II, berorasi lantang menyampaikan kesimpulan kongres di hadapan seluruh tokoh-tokoh Islam yang hadir, bahwa “Kongres al-Islam Hindia menghendaki persatuan, dan sudah menjadi tugas kongres ini untuk mencari solusi dalam masalah Khilafah.”Institusi pendidikan Islam tertua di dunia Islam ketika itu, al-Azhar itu merespon keruntuhan Khilafah oleh Majelis Tinggi Turki

itu dengan mengadakan suatu Muktamar Khilafah yang nanti akan mengundang wakil-wakil umat Islam dari Maghrib wal Masyriq, dari mulai bagian Barat dunia Islam sampai kemudian bagian Timur dunia Muslimin, dalam hal ini adalah kaum Muslimin di Hindia-Belanda Surat undangan dari al-Azhar diterima orang-orang Arab di Batavia yang segera menyambungkannya ke pimpinan Sarekat Islam, Tjokroaminoto Pada 4-5 Oktober 1924, Tjokroaminoto mengumpulkan para ulama dan tokoh pergerakan Islam di daerah Genteng, Surabaya untuk membahas undangan dari al-Azhar yang berencana menegakkan Khilafah kembali. Dari pertemuan di Surabaya ini, para ulama dari Sarekat Islam pusat dan cabang Muhammadiyah, al-Irsyad, at-Tadibiyah, Tasywirul Afkar, Ta’mirul Masajid, dan gerakan-gerakan Islam lainnya memutuskan untuk mendirikan Central Comite Chilaafat. Inilah organisasi Islam pertama di Nusantara yang secara gamblang menandaskan tujuannya untuk menegakkan Khilafah. Mereka berkeyakinan atas dasar hukum Islam, bahwa kaum Muslimin tidak boleh tidak mesti mempunyai Khalifah atau Imam, yang memegang pemerintahan dalam urusan agama dan dunia.Centraal Comite Chilaafat menjadi wadah raksasa yang menaungi hampir seluruh organisasi Islam di Nusantara kala itu. Tanpa mengenal lelah, mereka berdakwah seluas-luasnya untuk menyebarkan pengertian dan pengetahuan tentang kepentingan Khilafah dalam Islam. Pada 24-27 Desember 1924, di Surabaya, diadakanlah Kongres al-Islam Luar Biasa. Sesuai namanya, kongres yang diadakan Centraal Comite Chilaafat ini memang sangat luar biasa dengan berkumpulnya seluruh ulama dari tanah Jawa dan luar Jawa, baik dari golongan modernis maupun tradisionalis, hanya untuk

menyambut undangan dari al-Azhar Mesir untuk menegakkan Khilafah.Dalam Kongres al-Islam Luar Biasa pada Desember 1924 ini, Tjokroaminoto berorasi lantang bahwa”seorang Islam yang tidak mengindahkan dan memperhatikan seruan dari Kairo(untuk menegakkan Khilafah), sungguh mati roh keislamannya!”Begitu pula Haji Fakhruddin dari Muhammadiyah. Ia menyemangati peserta kongres agar jangan pesimis dalam menghadiri Muktamar Khilafah international di Kairo. Bagi Haji Fakhruddin, “Islam tidak membeda-bedakan umat dan kepandaian. Anak Hindia tidak akan kalah dengan anak Kairo dan lain-lain negeri, terutama untuk mempersatukan pikiran buat mengadakan Khalifah.”Peserta Kongres al-Islam Luar Biasa bersepakat untuk mengirim tiga representatif Muslimin Nusantara guna menghadiri Muktamar Khilafah di Kairo Mesir. Mereka adalah Suryopranoto dari Sarekat Islam, Haji Fakhruddin dari Muhammadiyah, dan Kyai Haji Wahab Hasbullah, seorang perwakilan ulama tradisional yang kelak mendirikan Nahdlatul Ulama. Ketika para ulama dan tokoh pergerakan Islam di Nusantara dan dunia sudah menyiapkan ide dan tenaganya untuk menegakkan kembali Khilafah; negara penjajah yang menjadi adidaya saat itu, Inggris, segera bereaksi untuk mencegah usaha-usaha mereka. Inggris memainkan pion-pionnya di Timur Tengah untuk saling bersaing menjadi Khalifah sehingga umat menjadi bingung.Jadi memang waktu itu banyak sekali tokoh yang diundang pada saat muktamar waktu itu ya untuk mengikuti Muktamar Khilafah di Mesir. Jadi memang waktu itu seharusnya Kyai Wahab (Hasbullah) itu ikut. Tapi karena suatu hal, beliau akhirnya tidak bisa mengikuti muktamar tersebut. Di Jazirah Arab, gerakan Abdul Aziz bin Su’ud dari Najd yang disponsori Inggris berhasil merebut Dua Tanah Suci pada awal tahun 1925. Dengan dalih ingin memberantas Syarif Husayn yang bertentangan dengan Salafush Shalih, ia mendirikan Kerajaan Arab Saudi. Dan tiada sedikit word play here terbetik dalam pikiran Abdul Aziz bin Su’ud untuk menegakkan kembali Khilafah. Karena peta dunia memang sudah lemah dan Turki Utsmani tidak mungkin dibangun lagi kekuatannya, ya akhirnya gagal. Tapi reaksi itu menunjukkan, pertama, Hubungan itu kuat, psikologinya itu kuat, relasinya ada, dan itu yang menurut saya yang dirasakan oleh Umat Islam di seluruh dunia. Dan sampai sekarang masih ada. Masih ada sekarang di kalangan umat yang masih tetap kehilangan atas kerinduan kebersatuan umat Islam di seluruh dunia itu. Sebagiannya sudah ada yang tenggelam melupakan dan sudah menerima Barat, menerima demokrasi, menerima sekularisme, menikmati apa adanya; sebagian lagi umat ada yang terus merindukan itu untuk bangun kembali, bangkit kembali.Periode setelah tahun 1924 menyaksikan kegetiran ketika kaum Muslimin kehilangan sosok Khalifah yang bisa dibaiat, sosok Imam yang menjadi perisai mereka. Kaum Muslimin sedunia, termasuk di Nusantara, tidak akan pernah melupakan bahwa dulu seluruh dunia Islam pernah bernaung di bawah kepemimpinan yang satu, Daulah Khilafah. Kenangan itu begitu jelas tercatat dalam sejarah emas kita dengan segala dinamikanya. Catatan sejarah yang sangat kuat, bahwa Khilafah pernah meninggalkan jejaknya di Nusantara. Spirit Islam yang tertanam kuat di hati Muslimin, membuat mereka taat kepada Syariat. Dengan Syariat inilah, keterikatan Muslimin Nusantara dengan Khilafah terjadi begitu erat. Perjuangan penegakkan Syariat Islam dan Khilafah pun tidak pernah berhenti setelah Khilafah Utsmaniyyah dihancurkan pada 1924. Tuntutan Kekhilafahan akan terus muncul sampai prediksi Rasulullah “Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah”itu terjadi, pasti itu! Jadi ini

prediksi Rasulullah ini hadis, ini gerakan massanya, menyambung gitu menjadi sebuah energi yang menyatu.Allahu Akbar!.

Institusi pendidikan Islam tertua di dunia Islam ketika itu, al-Azhar itu merespon keruntuhan Khilafah oleh Majelis Tinggi Turki

itu dengan mengadakan suatu Muktamar Khilafah yang nanti akan mengundang wakil-wakil umat Islam dari Maghrib wal Masyriq, dari mulai bagian Barat dunia Islam sampai kemudian bagian Timur dunia Muslimin, dalam hal ini adalah kaum Muslimin di Hindia-Belanda Surat undangan dari al-Azhar diterima orang-orang Arab di Batavia yang segera menyambungkannya ke pimpinan Sarekat Islam, Tjokroaminoto Pada 4-5 Oktober 1924, Tjokroaminoto mengumpulkan para ulama dan tokoh pergerakan Islam di daerah Genteng, Surabaya untuk membahas undangan dari al-Azhar yang berencana menegakkan Khilafah kembali. Mereka berkeyakinan atas dasar hukum Islam, bahwa kaum Muslimin tidak boleh tidak mesti mempunyai Khalifah atau Imam, yang memegang pemerintahan dalam urusan agama dan dunia.Centraal Comite Chilaafat menjadi wadah raksasa yang menaungi hampir seluruh organisasi Islam di Nusantara kala itu. Tapi reaksi itu menunjukkan, pertama, Hubungan itu kuat, psikologinya itu kuat, relasinya ada, dan itu yang menurut saya yang dirasakan oleh Umat Islam di seluruh dunia. Sebagiannya sudah ada yang tenggelam melupakan dan sudah menerima Barat, menerima demokrasi, menerima sekularisme, menikmati apa adanya; sebagian lagi umat ada yang terus merindukan itu untuk bangun kembali, bangkit kembali.Periode setelah tahun 1924 menyaksikan kegetiran ketika kaum Muslimin kehilangan sosok Khalifah yang bisa dibaiat, sosok Imam yang menjadi perisai mereka. Kaum Muslimin sedunia, termasuk di Nusantara, tidak akan pernah melupakan bahwa dulu seluruh dunia Islam pernah bernaung di bawah kepemimpinan yang satu, Daulah Khilafah.

As found on YouTube

Follow IG @PendongengMerah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *